Senin, 23 Maret 2015

joy division

Jangan tumpahkan dirimu
terlalu banyak dalam karyamu
(Oscar Wilde)
Joy Division jelas-jelas mengabaikan peringatan Oscar Wilde tentang bahaya menulis subjek yang terlalu personal, karena apapun tentang Joy Divission, adalah personal – dari segi lirik, musik, atmosfer, serta persinggungannya dengan scene post-punk dan generasi-generasi setelahnya. Joy Division dalam format aslinya hanya mengeluarkan dua album studio, Unknown Pleasure (1979) dan Closer (1980) – selain An Ideal of Living (1978) ketika masih benama Warsaw dan album-album lain yang dikeluarkan New Order, transformasi yang dibentuk setelah Curtis meninggal. Namun keduanya memiliki ciri yang begitu khas, sebuah campuran efek horror Nazi dan eksplorasi gelap Curtis tentang “kesunyian yang menunggu di ujung jalan”.
Curtis, Camus dan Chaos
To the center of the city where all roads meet, waiting for you,
To the depths of the ocean where all hopes sank, searching for you,
I was moving through the silence without motion, waiting for you,
In a room with a window in the corner I found truth
(Joy Division, Shadowplay)
Tidak ada satu lagupun dalam album Unknown Pleasure yang dirilis pada tahun 1979, memberikan keterangan tentang makna dari judul album tersebut. Alhasil, pendengar dibuat menerka-nerka. Tapi mungkin itu yang diinginkan Curtis yang membuat sebagian besar lirik Joy Division, atau mungkin saja, Curtis sang introvert, hanya bergumam seorang diri, menuangkan apa yang ada dalam pikirannya, dan kita, para pendengarnya, berjuang setengah mati untuk masuk kedalam pintu yang jelas-jelas diberi tanda “dilarang masuk” – gambaran kedua nampaknya lebih mengena, penggambaran yang juga digunakan oleh Arthur Corbijn dalam Control, sebuah film biography Curtis – dimana Curtis seringkali mengunci diri dalam kamarnya dan juga dalam pikirannya.
Sedikit petunjuk muncul dalam lagu Disorder melalui lirik “Could these sensation make me feel the pleasure of a normal man?”, sedangkan sensasi yang dimaksud adalah sensasi “hilang kendali” yang tergambar jelas dalam lirik berikut:
It’s getting faster, moving faster now, it’s getting out of hand,
On the tenth floor, down the back stairs, it’s no man’s land
(Disorder, Joy Division)
Alusi “hilang kendali” muncul kembali pada lagu keenam dalam album ini, “She’s Lost Control” secara gamblang menjelaskan tentang chaos yang menghantui, sebuah kekalutan [pikiran], atau sebut saja kegalauan, yang secara substansi lebih mendalam dan lebih filosofis daripada fenomena galau yang diusung oleh anak-anak muda jaman sekarang – yang jelas-jelas tidak didasari oleh pertanyaan eksistensialisme Camus.
Dalam hal ini, Curtis layaknya Camus. Ia begitu tenggelam dalam pertanyaan absurd tentang kehidupan, yang ia akhiri secara eksplisit.  Selain itu, chaos yang kerap kali muncul dalam lirik-liriknya – dan penggunaan konstan lambang Nazi yang merupakan akseptansi terhadap kekerasan, bahkan album Closer dibuka oleh lagu dengan judul “Atrocity Exhibition” – didukung hentakan drum “detik jam” Stephen Morris dan paduan bass/gitar yang mencekam, membuat Joy Division begitu gelap, namun memukau pada waktu yang sama.
Lirik Personal Paska Kegusaran Politis
Joy Division diusung sebagai salah satu penggagas awal post-punk pada akhir 1970-an. Post-punk sendiri merupakan istilah yang menggambarkan perubahan arah musik paska era punk di Inggris yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan selanjutnya, new wave. Jika dalam punk kita bertemu dengan penyaluran ekspresi politik dan kekecewaan sosial yang seringkali diarahkan pada sistem diluar diri – bisa pemerintah, sekolah, orangtua, dan lain sebagainya –, maka dalam post-punk, kita bertemu dengan sublimasi berbagai bentuk kekecewaan yang diintegralisasi kedalam diri seseorang. Liriknya tidak berbicara lagi tentang penyebaran anarkisme di Inggris atau London yang terbakar, tapi berbicara tentang “mimpi-mimpi yang selalu berakhir” – kekacauan yang ada dalam post-punk lebih mengarah kedalam, yang jika dilacak, kita tentu akan menemukan akar yang sama, sebuah kekecewaan pada sistem, namun disini “kuasa sistem” berhasil membungkamnya.
Selain dari segi lirik, perubahan juga sangat terasa dalam arah musik. Post-punk terasa lebih eksperimental, sebut saja Devo, Public Image Ltd, atau Talking Head. Perubahan ini seakan mengurangi agresivitas punk dengan dobrakan-dobrakannya, namun walaupun post-punk dapat dikatakan “lebih jinak”, rasa kekacauan masih ada disana. Dan dari seluruh band yang pernah disandingkan dengan genre ini, Joy Division adalah sebuah contoh ekstrem ketika kekacauan diinternaslisasi menjadi begitu personal – Curtis menggambarkannya secara gamblang dengan lirik, juga dengan kematiannya.

sumber :http://antimateri.com/ruang-personal-joy-division/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar